Oleh: Kholilatul Aflihah; Mahasiswa IPMAFA Pati, Peserta KKN-MDR 2020
Moderasi adalah jalan tengah. Dalam sejumlah forum diskusi kerap terdapat moderator orang yang menengahi proses diskusi, tidak berpihak kepada siapa pun atau pendapat mana pun, bersikap adil kepada semua pihak yang terlibat dalam diskusi. Moderasi juga berarti ''sesuatu yang terbaik''. Sesuatu yang ada di tengah biasanya berada di antara dua hal yang buruk. Contohnya adalah keberanian.
Sifat berani dianggap baik karena ia berada di antara sifat ceroboh dan sifat takut. Sifat dermawan juga baik karena ia berada di antara sifat boros dan sifat kikir. Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah sesuai pengertian moderasi tadi. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktekkannya disebut moderat.
Moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga masyarakat, apa pun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka. Jadi jelas bahwa moderasi beragama sangat erat terkait dengan menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap tenggang rasa. sebuah warisan leluhur yang mengajarkan kita untuk saling memahami dan ikut merasakan satu sama lain yang berbeda dengan kita.
Untuk menghasilkan generasi yang baik, tentunya disertai dengan mendidik anak sejak usia dini, dengan membentuk kesadaran akan perbedaan lewat keterlibatan orang tua tentunya akan sangat penting dalam membentuk suatu generasi yang berkualitas. Mengajarkan teknologi kepada anak tentunya tidak salah, karena teknologi juga merupakan salah satu poinpenting sebagai pondasi majunya sebuah peradaban. Tetapi dengan membebaskan mereka menggunakan teknologi itulah yang berbahaya. Kemajuan peradaban tentunya harus di iringi dengan kemajuan pandangan akan kemanusiaan. Untuk itu kita harus mengetahui bagaimana pentingnya parenting dalam menciptakan generasi yang berperadaban dan berkemanusiaan dan bagaimana konsep perbaikan anak usia dini dapat dikatakan sebagai wujud perbaikan dunia.
Menurut Quraisy Shihab ada tiga kunci seseorang bisa menerapkan wasathiyah atau moderasi beragama. Tiga kunci itu ialah pengetahuan, mengganti emosi keagamaan dengan cinta agama, dan selalu berhati-hati. Pengetahuan yang dimaksud adalah mengetahui tentang ajaran agama dan kondisi masyarakatnya. "Tanpa mengetahui itu, tidak akan bisa (menerapkan moderasi). Semua (perbedaan) bisa ditampung oleh wasathiyah," ujarnya. Contoh pengetahuan tentang ajaran agama, ialah seperti zakat fitrah dengan menggunakan uang. Kata Quraish Shihab, boleh tidaknya uang untuk zakat fitrah terjadi perbedaan di antara ulama madzhab.
Kedua moderasi beragama, yaitu mengganti emosi keagamaan dengan cinta keagamaan. Penulis Tafsir Al-Misbah ini menyatakan, emosi keagamaan bisa menjadikan seseorang melanggar agamanya. Ia mencontohkan, seseorang rajin salat tahajud dan yang lainnya tidak. Menurutnya, jika orang yang gemar tahajud ini tidak bisa mengubah emosi keagamaan menjadi cinta keagamaan, maka akan mudah menyalahkan orang yang tidak rajin salat tahajud.
Ketiga, selalu berhati-hati. Ia mengatakan, tidak ada satu kegiatan positif yang setan tidak datang kepada seseoeang, kecuali meminta seseorang tersebut untuk melebihkan atau menguranginya. Quraish Shihab memberi contoh, saat seseorang hendak memberikan uang Rp50 ribu ke pengemis, setan datang dengan membisiki. Bisikan itu berupa permintaan untuk melebihi atau mengurangi nilainya. "Boleh jadi dia (setan) berkata begini, Rp50 ribu, waduh terlalu sedikit, tambah, dong. Bisa jadi juga mengurangi, terlalu banyak (red. Rp50 ribu itu). Itu setan begitu. Jadi harus hati-hati. Kalau tidak Anda tidak bisa menerapkan wasathiyah atau moderasi beragama.
Pendidikan karakter saat ini sangatlah dibutuhkan. Beberapa golongan, kita tahu, mulai memasukkan ideologi transnasional dan memberikan doktrin keagamaan intoleran serta menafikan nasionalisme. Sebagai contoh adalah adanya wawasan yang diselipkan dalam dunia pendidikan sehingga meracuni generasi bangsa (menolak hormat bendera, enggan menerima Pancasila dan lain-lain).
Intoleransi dan bahkan radikalisme justru diajarkan di sekolah lewat bungkus pendidikan agama. Melengkapi kasus sebelumnya, di mana siswa tidak mau hormat kepada bendera, dan anak-anak TK berkarnaval dengan cadar dan bawa senjata. Ini peringatan bagi pemangku kepentingan pendidikan untuk mengevaluasi keberadaan pendidikan agama Islam (PAI), guru dan cara mengajarkannya di sekolah
Hal seperi ini akan mudah sekali diterima oleh siswa yang kurang memiliki karakter kebangsaan dan pemahaman moderasi beragama yang baik. Pendidikan karakter amatlah penting, sehingga perlu diberikan kepada siswa sejak usia dini. Anak usia dini masih dalam masa pertumbuhannya ini akan mudah menyerap berbagai pembelajaran yang diterimanya terutama di sekolah. Sekolah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupannya di masa dewasanya kelak dalam bersosial, keagamaan, dan kebangsaannya ketika dewasa.