18
Sat, May

Kita Masih Tidak Serius Mengelola Sampah

Foto: Clakclik.com

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Sampah kemasan plastik belum sepenuhnya dikelola dengan baik sehingga mencemari lingkungan. Untuk mengurangi timbulan sampah plastik, pemerintah dapat meningkatkan ruang daur ulang sekaligus mencegah produk-produk kemasan plastik.

Editorial | Clakclik.com | 30 Nopember 2023

Indonesia termasuk negara dengan jumlah limbah plastik terbesar di dunia. Merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022, timbulan sampah di Indonesia mencapai 69,2 juta ton dengan 18 persen di antaranya merupakan sampah plastik. Berdasarkan penyumbangnya, salah satu sumber terbanyak adalah sampah domestik atau rumah tangga dan perniagaan.

Puluhan juta ton sampah plastik tersebut belum diolah dengan maksimal. Sebagian besar sampah dibiarkan menumpuk sehingga mencemari lingkungan.

Minimnya pengelolaan sampah oleh masyarakat diperburuk dengan realita banyak produk yang dikemas dengan plastik. Produk kemasan plastik tersebut meliputi produk makanan, minuman, kecantikan, hingga ironisnya, produk kebersihan.

Timbulan sampah kemasan plastik masih mendominasi berbagai lokasi, mulai dari Tempat Pembuangan Sampah (TPS), Tempat Pembuangan Akhir (TPA), badan air, pinggir jalan, sawah, pesisir, laut, dan lainnya. Tiga jenis sampah kemasan paling banyak ditemukan adalah kemasan saset, gelas, dan botol. Hal tersebut bertolak belakang dengan agenda besar pemerintah dalam upaya pengurangan sampah plastik.

Sampah di sungai di wilayah Kec. Margoyoso, Kab. Pati, Jawa Tengah beberapa waktu lalu / Dok. Clakclik.com

Temuan di lapangan berupa sampah kemasan berukuran kecil menambah peliknya pengelolaan sampah di Indonesia. Ukuran kemasan kecil membuat orang tidak merasa bersalah ketika membuangnya.

Sampah kecil itu tanpa disadari akhirnya bertumpuk dan menjadi banyak. Alhasil, sampah plastik akan terus bertambah dari hari ke hari. Karenanya, pemerintah harus tegas mendorong produsen beralih ke kemasan lebih besar demi mengurangi kemasan-kemasan kecil. Apalagi, melalui peta jalan pengurangan sampah oleh produsen, pemerintah menargetkan penurunan volume sampah plastik hingga 30 persen sepanjang periode 2020-2029.

Urgensi pengelolaan sampah plastik harus ditekankan di level produsen. Idealnya, ada aturan tegas bagi produsen makanan, minuman, produk kecantikan, dan lainnya yang menghasilkan sampah plastik untuk menangani sampah plastik.

Tim Jaringan Masyarakat Peduli Sungai Juwana (Jampisawan) menunjukkan aneka sampah plastik yang ditemukan di Sungai Juwana beberapa waktu lalu. Jampisawan rutin melakukan patroli sungan dua bulan sekali dengan salah satu fokusnya adalah sampah plastik di sungai / Dok. Jampisawan

KLHK telah mengeluarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen. Aturan tersebut mewajibkan produsen bidang manufaktur, jasa makanan dan minuman serta ritel untuk mengurangi sampah yang timbul baik dari produk, kemasan produk, dan/atau wadah dengan bahan plastik, kaleng aluminium, kaca, dan kertas.

Ada cukup banyak industri yang diwajibkan untuk melakukan pengurangan sampah. Dalam pasal 3, tercatat setidaknya ada 11 jenis industri yang harus mengurangi produksi sampah plastiknya hingga 30 persen. Jenis industri tersebut meliputi industri makanan dan minuman, barang konsumsi, kosmetik dan perawatan tubuh, rumah makan, kafe, restoran, jasa boga, hotel, pusat perbelanjaan, toko modern, serta pasar rakyat.

Sayangnya, aturan itu tidak memiliki skema sanksi berat kepada produsen yang tidak patuh.

Sanksi yang diberikan kepada produsen hanya berupa disinsentif. Sanksi yang bersifat hukuman denda atau kurungan belum tercantum. Hal tersebut tentu akan melemahkan upaya pengurangan sampah plastik untuk produsen.

Regulasi yang telah diterbitkan belum sepenuhnya mampu mendorong pengurangan sampah plastik oleh produsen secara masif. Bahkan, banyak produsen yang terus mengeluarkan produk dengan kemasan plastik kecil dan sulit terurai.

Sampah di sungai tepi jalan pantura Pati-Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah beberapa waktu lalu / Dok. Clakclik.com

Pelanggaran oleh produsen akan sulit dibendung, mengingat aturan yang berlaku belum cukup kuat membatasi produksi kemasan plastik berukuran kecil. Apalagi aturan tentang sampah yang dikeluarkan KLHK tidak terintegrasi dengan izin edar yang dikeluarkan BPOM dan Kementerian Perindustrian.

Selama ini izin edar hanya didasarkan pada kelayakan dan kualitas makanan, minuman, kosmetik, dan lainnya. Indonesia belum mengatur tegas tentang sampah plastik akibat konsumsi produk-produk tersebut.

Padahal, plastik yang terurai hingga ukuran kecil atau disebut mikroplastik adalah bahan pencemar berbahaya bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Banyak di dalam tubuh hewan telah ditemukan mikroplastik sehingga berpotensi membahayakan manusia apabila dikonsumsi.

Dibutuhkan peran lebih banyak pihak untuk mengurangi sampah kemasan plastik. Selain langkah tegas pemerintah pusat dan daerah untuk menindak produsen, pemberdayaan masyarakat dan komunitas juga penting dilakukan.

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.