19
Sun, May

Proyek Normalisasi Sungai Juwana Kembali Disoal Warga

Beberapa alat berat sedang dioperasiokan untuk normalisasi Sungai Juwana di sekitar Desa Bendar, Kec. Juwana, Sabtu, (12/10/2019) / Clakclik.com

Peristiwa
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Juwana, Clakclik.com—Sejumlah masyarakat yang selama ini kehidupannya berhubungan dengan Sungai Juwana mengeluh tentang proyek normalisasi Sungai Juwana yang saat ini sedang dalam proses pengerjaan. Pasalnya, proyek dengan nominal 40 miliar itu dinilai tidak mengurangi masalah tapi justru menimbulkan masalah baru.

Diantaranya adalah dari kalangan pemilik kapal. Mereka mengaku kebingungan dengan kegiatan normalisasi tersebut.

“Beberapa pemilik kapan cerita ke saya. Awalnya saat kapal parkir di satu tempat diminta segera dipindah dengan alasan lokasi parkir kapal mau dinormalisasi. Setelah kapal dipindah, ternyata tidak segera dikerjakan. Akhirnya kapal diparkir lagi di lokasi semula. Lalu diminta pindah lagi. Padahal juga tidak segera dikeruk,” Ujar Tumidi (62 tahun) Warga Desa Bumirejo yang sehari-hari bekerja service kapal di Pelabuhan Juwana, Minggu, (13/10/2019).

Selain itu, metode normalisasi saat ini juga disorot oleh sejumlah pihak. Diantaranya adalah dari Jampisawan (Jaringan Masyarakat Peduli Sungai Juwana). Jampisawan menilai proses kerja normalisasi saat ini berbeda dengan proses normalisasi sebelumnya.

“Kesannya seperti tidak serius. Sini belum selesai, pindah ke sana. Sana belum selesai, pindah lagi. Dan yang diambil lumpurnya justru yang lokasinya ditengah. Padahal lokasi tengah Sungai Juwana itu selalu dalam. Kapal tidak pernah kandas. Justru yang harusnya dikeruk dan ditata itu ditepi kanan dan kiri,” Kata Jumadi, salah satu pengurus Jampisawan, Minggu, (13/10/2019).

Observasi dilapangan yang dilakukan Clakclik.com, Sabtu (12/10/2019) juga menemukan hal yang sama seperti yang disampaikan perwakilan Jampisawan. Meskipun proses normalisasi menurut para pekerja sudah berjalan sekitar 2 bulan, namun hasil normalisasi tidak bisa dilihat bekasnya. Hal ini disebabkan karena pekerjaan normalisasi dilakukan dengan acak.

Selain itu, Clakclik.com juga menemukan praktik pengerukan yang pilih-pilih. Misalnya saat mengeruk di lokasi bangunan permanen, pekerja tidan berani terlalu kepinggir meskipun sudah ada patok batasnya. Namun saat dilokasi bangunan rumah yang tidak permanen, pengerukan dilakukan sangat dekat dengan bangunan. Dampaknya, ada satu bangunan rumah di Desa Kudukeras yang longsor. (c-hu)