18
Sat, May

Kontroversi Klaster APS

Ilustrasi / Clakclik.com

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Beberapa jam setelah media menulis pernyataan Bupati Pati Haryanto tentang munculnya sebuah klaster baru penularan Covid-19 di Pati yang—oleh bupati—dinamai klaster APS alias Atas Permintaan Sendiri, reaksi masyarakat baik di dunia online maupun offline bermunculan.

Editoril | Clakclik.com | 25 September 2020

Baca juga: https://www.clakclik.com/identitas/33-instansi/1392-covid-19-pati-bupati-pati-haryanto-sebut-ada-klaster-aps

Reaksi itu tak hanya menyikapi soal penggunaan istilahnya yang aneh, namun juga menyoal tentang tuduhan bupati bahwa keberadaan klaster APS ini merupakan salah satu faktor kenapa kondisi penularan Covid-19 di Pati tak kunjung melandai.

Penyebab munculnya reaksi warga itu; pertama karena Bupati Haryanto yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Kabupaten Pati menyampaikan informasi itu tanpa data pendukung. Kedua, praktik APS terhadap pasien yang diindikasi Covid-19 adalah praktik yang menyalahi kaidah pengendalian penyakit menular. Artinya, ada pihak yang melakukan kesalahan prosedur sehingga berdampak fatal: penularan Covid-19 oleh pasien yang pulang dari rumah sakit.

Ketiga, kok bupati sebagai ketua gugus tugas, selalu menyalahkan pihak lain dalam hal ketidakberhasilan menangani Covid-19 ini. Padahal, beberapa bulan sebelumnya, saat Bupati Haryanto masuk 10 besar dalam nominasi 100 orang berpengaruh di Jawa Tengah yang diantaranya karena dianggap berhasil mengendalikan pandemi Covid-19 di Pati, Bupati Haryanto juga mengatakan bahwa hal itu diantaranya karena dukungan masyarakat yang taat pada protokol kesehatan.

Belajar dari kontroversi kasus APS ini, setidaknya, kita bisa melihat bahwa Pemda Pati sesungguhnya tidak memiliki road map dalam kerja penanggulangan pandemi Covid-19 ini. Baik kebijakan yang dibuat maupun program yang dijalankan lebih pada reaksi emosional atas perkembangan lapangan.

Selain tidak memiliki road map, kita juga bisa menyaksikan bagaimana sinergi antar para pemangku kepentingan yang hanya bersifat struktural dan garis komando, namun tidak substansial. Misalnya, selama ini kita hampir tidak pernah mendengar suara dari pihak-pihak yang berkompeten (dokter, rumah sakit, puskesmas, dinas kesehatan, paramedis) di Kabupaten Pati yang bicara kepada publik terkait Covid-19 ini. Semua pembicaraan tentang Covid-19 di publik hanya lewat satu pintu: Ketua Gugus Tugas yang juga Bupati Pati Haryanto.

Pemkab dan gugus tugas juga lebih memilih mencari kambing hitam atas ketidaksuksesannya dalam penanganan menanggulangi pandemi Covid-19 ini terutama kepada masyarakat yang “divonis” bandel dan sulit diatur. Fakta itu minimal bisa kita lihat dari ‘bocoran’ komunikasi sang Ketua Gugus Tugas di sebuah WAG (whatsapp group) terbatas yang menghubungkan antara tak kunjung melandainya kasus Covid-19 di Pati dengan ‘warga ndableg’. Dan kini ditambah lagi dengan ‘Klaster APS’.

Kita semua jadi bertanya: pernahkan Pemkab Pati dan Gugus Tugas melakukan refleksi dan evaluasi atas semua ini? atas produk kebijakan yang dibuat, atas kerja-kerja yang dilakukan terkait penanggulangan pandemi Covid-19 ini?

Wabup Saiful Arifin berpetuah kepada kita semua bahwa dalam menangani pandemi Covid-19 ini, kita seharusnya gotong-royong dan saling mendukung; tak perlu saling menyalahkan satu dengan yang lain.

Nah, lo….!

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.