29
Mon, Apr

Bansos Jelang Pemilu

Illustrasi / Istimewa

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Serangan kritis publik terhadap penggelontoran program bantuan sosial (bansos) skala masif oleh pemerintah pada tahun politik terus bergulir beberapa pekan terakhir.

Editorial | Clakclik.com | 5 Februari 2024

Isu bansos yang dibagikan menjelang Pemilu tahun 2024 ini sangat seksi karena melibatkan jumlah dana yang sangat besar, Rp 496,8 triliun, dan rawan konflik kepentingan atau disalahgunakan. Salah satu yang disoroti adalah kemunculan tiba-tiba nomenklatur bansos baru—bantuan langsung tunai (BLT) mitigasi risiko pangan—yang sebelumnya tak masuk dalam penganggaran.

Selain pengucurannya dicurigai diboncengi kepentingan elektoral karena dilakukan pada bulan pemungutan suara, kemunculan tiba-tiba bansos baru ini dinilai berpotensi membuat tata kelola kas negara menjadi tak sehat (Kompas, 3/2/2024). Para pengamat mempertanyakan pendanaan program BLT baru yang dikhawatirkan mengorbankan anggaran kementerian/lembaga (K/L).

Isu politisasi bansos menjelang pemilu sebenarnya bukan fenomena baru. Dalam situasi normal, bansos—sebagai bagian dari program perlindungan sosial—sebenarnya merupakan program rutin, instrumen APBN, dan wujud kehadiran negara untuk melindungi kelompok rentan. Sebagai program pemerintah untuk melindungi kelompok rentan, semestinya program bansos steril dari kepentingan elektoral. Dalam kenyataan di lapangan, hal itu tak selalu terjadi.

Meski tudingan pemanfaatan program bansos untuk mendulang suara dibantah Presiden dan sejumlah menterinya, kita melihat praktik penyimpangan masih banyak terjadi di lapangan. Selain buruk bagi pendidikan politik, praktik ini mencederai tujuan dari program bansos.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, program BLT dalam APBN 2024 sudah melalui persetujuan DPR. Mengenai munculnya pos baru bansos mitigasi risiko pangan, Menkeu mengatakan, meski bansos telah dibagi dalam pos-pos, realisasinya bisa disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Dalam hal ini, dimungkinkan ada tambahan atau modifikasi dari program-program itu, menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Ia mencontohkan BLT El Nino pada 2023.

Untuk tahun ini, Menkeu mengaitkan BLT baru itu dengan gejolak pangan global dan pentingnya mengendalikan inflasi volatile food yang masih 6,73 persen (yoy), karena inflasi pangan berdampak langsung pada daya beli masyarakat.

Kebijakan automatic adjustment—pemblokiran sebagian anggaran K/L yang tak prioritas untuk disisihkan sebagai dana cadangan—untuk pembiayaan bansos ini juga bukan baru kali ini dilakukan. Kita pernah melakukannya pada 2022 saat negara memerlukan dana untuk penanganan Covid-19.

Persoalannya, seberapa urgen BLT baru ini sehingga harus dikucurkan sekarang? Jika tujuannya mengantisipasi dampak geopolitik global, apakah tak bisa ditunda hingga setelah pemilu? Kecurigaan bansos disalahgunakan sebenarnya bisa dihindari jika cara-cara kampanye beradab diterapkan, termasuk menghindari memanfaatkan pembagian bansos untuk kampanye. Kita juga berharap masyarakat sudah cerdas.

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.